Connect with us

Politik

Wakil Gubernur Jawa Barat Mengkritik Sekretaris Daerah karena Jarang Menghadiri Kantor, Para Ahli Mengingatkan tentang Etika Komunikasi yang Tepat

Wawasan tajam muncul saat Wakil Gubernur menghadapi ketidakhadiran Sekretaris Wilayah, memicu perdebatan tentang etika komunikasi dan akuntabilitas dalam pemerintahan. Apa dampaknya?

kritik kehadiran deputi gubernur

Dalam sebuah demonstrasi akuntabilitas yang mencolok, Wakil Gubernur Erwan Setiawan secara terbuka mengecam Sekretaris Daerah Herman Suryatman atas ketidakhadiran beliau yang sering selama rapat paripurna penting DPRD Jawa Barat pada 19 Juni 2025. Langkah berani ini tidak hanya menyoroti tanggung jawab individu tetapi juga menegaskan isu-isu akuntabilitas yang lebih luas yang melanda pemerintahan kita.

Ketika kita menavigasi kompleksitas pemerintahan, sangat penting untuk memeriksa bagaimana masalah kehadiran di antara pejabat-pejabat kunci dapat mempengaruhi pengambilan keputusan dan kepercayaan publik.

Selama rapat, pertanyaan tajam Erwan, “Di mana Sekda?” menggema di seluruh ruang sidang, menandakan frustrasinya terhadap kurangnya keterlibatan Herman dalam diskusi penting. Konteks konfrontasi ini sangat signifikan, karena majelis sedang membahas utang besar pemerintah provinsi kepada BPJS Kesehatan, yang berjumlah sekitar Rp 311 miliar.

Masalah keuangan seperti ini menuntut perhatian dan keahlian dari semua yang terlibat, membuat ketidakhadiran Herman menjadi lebih mengkhawatirkan.

Reaksi dari anggota dewan—tertawa dan tepuk tangan—menunjukkan adanya kesepakatan yang semakin berkembang mengenai pentingnya akuntabilitas dalam pemerintahan kita. Tampaknya banyak yang sependapat dengan kekhawatiran Erwan tentang dampak masalah kehadiran terhadap tata kelola yang efektif.

Ketika pejabat absen, diskusi penting menjadi terhambat, dan peluang untuk pemecahan masalah secara kolektif berkurang. Kita tidak bisa mengabaikan dampak dari ketidakpedulian dalam pelayanan publik.

Saat kita merenungkan kejadian ini, kita perlu mempertimbangkan dinamika komunikasi yang sedang berlangsung. Meskipun pendekatan langsung Erwan patut dihargai, hal ini juga menimbulkan pertanyaan tentang metode yang kita gunakan untuk menangani isu akuntabilitas.

Dialog yang konstruktif sangat penting dalam membangun budaya tanggung jawab. Kita harus berupaya menciptakan lingkungan di mana pejabat merasa didorong untuk berpartisipasi secara aktif daripada takut terhadap hukuman publik karena kekurangan mereka.

Selain itu, situasi ini menjadi pengingat akan perlunya kejelasan harapan terkait kehadiran dan partisipasi dalam proses pemerintahan.

Kita harus mengadvokasi kebijakan yang menahan pejabat bertanggung jawab sekaligus mendukung mereka dalam menjalankan tugasnya. Jalur komunikasi terbuka bisa memungkinkan diskusi tentang masalah kehadiran tanpa harus melakukan kritik secara terbuka.

Continue Reading
Click to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Berita Trending

Copyright © 2025 The Speed News Indonesia