Ekonomi
Ekonomi Israel Berisiko mengalami keruntuhan, dengan perang menguras anggaran negara dan pajak harus dinaikkan
Tekanan anggaran dari perang dan kenaikan pajak mengancam stabilitas ekonomi Israel, menimbulkan pertanyaan mendesak tentang masa depan kesejahteraan dan keamanan publik.

Seiring meningkatnya konflik di Israel, kita menghadapi lanskap ekonomi yang rapuh yang ditandai dengan meningkatnya pengeluaran militer dan ketidakpuasan publik yang semakin meningkat. Konflik yang berlangsung, yang dimulai pada 7 Oktober 2023, telah membebani negara kita secara finansial secara signifikan. Proyeksi menunjukkan bahwa pengeluaran militer akan meningkat sebesar 65% pada tahun 2024, mencapai angka yang mengesankan sebesar 46 miliar dolar, atau 8,8% dari PDB kita. Peningkatan tajam dalam pengeluaran pertahanan ini menimbulkan pertanyaan penting tentang stabilitas fiskal kita, karena menghabiskan sebagian besar anggaran nasional kita.
Pada tahun 2025, anggaran nasional diperkirakan akan membengkak menjadi 215 miliar dolar, dengan 38 miliar dolar dialokasikan secara khusus untuk pengeluaran militer. Prioritas pendanaan militer ini secara langsung mengalihkan sumber daya penting dari kebutuhan sipil. Saat kita menjalani krisis fiskal ini, sangat penting untuk mengevaluasi bagaimana alokasi ini berdampak pada kehidupan sehari-hari dan ekonomi secara lebih luas.
Pemerintah telah mengambil langkah-langkah fiskal darurat, seperti menaikkan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari 17% menjadi 18%, dalam upaya mengatasi defisit anggaran. Kenaikan pajak ini menambah tekanan finansial pada kita, warga negara, di saat kita paling tidak mampu.
Pasar tenaga kerja di Israel mencerminkan kekacauan ekonomi yang lebih luas. Kita menghadapi tantangan besar karena reservis meninggalkan pekerjaan sipil untuk bertugas, yang menyebabkan kekurangan tenaga kerja di sektor-sektor penting. Akibatnya, tingkat pengangguran meningkat, memperburuk tekanan ekonomi pada keluarga dan komunitas. Dengan lebih sedikit orang yang berkontribusi pada perekonomian, dana untuk layanan sosial berkurang, yang memperparah ketidakpuasan publik terhadap respons pemerintah terhadap krisis ini.
Pemotongan layanan penting, ditambah dengan kenaikan pajak, mengikis kepercayaan kita terhadap kemampuan pemerintah mengelola situasi ini secara efektif. Ketika ketidakpuasan publik semakin meningkat, kita harus secara kritis menilai prioritas kita. Apakah kita bersedia mengorbankan stabilitas fiskal demi pengeluaran militer yang mungkin tidak menjamin keselamatan atau kebebasan kita?
Beban pengeluaran militer yang semakin meningkat berisiko merusak kerangka sosial dan ketahanan ekonomi kita. Dalam masa yang tidak pasti ini, kita harus mendukung pendekatan yang seimbang yang memenuhi kebutuhan keamanan kita dan kebutuhan mendasar rakyat kita. Pada akhirnya, jalan yang kita pilih akan menentukan tidak hanya masa depan kita saat ini tetapi juga warisan yang kita tinggalkan untuk generasi mendatang.
Kita harus merebut kembali kendali ekonomi kita dan menuntut pemerintah yang memprioritaskan kesejahteraan kolektif kita.